NAPZA (Narkotika, Psikotropika Dan Zat Adiktif Lainnya); Dampak, Penyalahgunaan Dan Fungsi Perawat Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
Oleh : Hikmat Pramajati
Staf Pengajar Farmakologi Akper Kabupaten Sumedang
A. PENDAHULUAN
Sejarah maraknya peredaran dan penyalahgunaan obat terlarang dapat ditelusuri ratusan tahun yang lalu dimana obat-obatan psychoactive digunakan untuk keperluan pengobatan keagamaan (religious) dan sebagai hiburan (recreational purpose). Dan pada akhir abad ke-19, dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dan farmakologi, masyarakat mulai mensintesiskan berbagai zat yang sangat kuat dan bersifat amat addictive yang dapat mengakibatkan kecanduan. Hal ini kemudian di salahgunakan oleh segelintir orang yang menggunakan zat tersebut untuk mendapatkan kenikmatan yang justru membawa malapetaka.
Masalah penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah global yang terjadi hampir di semua belahan bumi. Terjadi di Negara-negara maju dan berkembang. Bahkan saat ini obat-obatan terlarang menjadi salah satu industri illegal untuk mendapatkan keuntungan materi.
Kasus penyalahgunaan Napza di Indonesia kian hari kian bertambah, bukan hanya menyerang kaum muda saja tapi juga anak-anak sekolah dasar. Bukan hanya itu, di kalangan selebritis kita penyalahgunaan Napza seakan menjadi trend bagi mereka, akibatnya tidak sedikit di antara mereka yang harus berurusan dengan pihak berwajib. Selain itu beberapa tahun terakhir telah diungkap banyaknya pabrik-pabrik obat-obatan terlarang di wilayah hukum Indonesia. Hal ini merupakan suatu tanda bahwa saat ini Indonesia menjadi sasaran empuk bagi pengedaran Napza dunia. Penyebab pasti tidak diketahui, entah karena lemahnya Low Enforcement (perangkat hukum) yang ada di negara ini atau merupakan sinyalemen turunnya kesadaran hukum dan nilai-nilai spiritual warga negara. Kondisi ini sudah sangat memprihatinkan kita semua, karena penyalahgunaan Napza akan merusak perjalanan generasi muda penerus perjuangan bangsa ini ke depan.
Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius yang harus dicarikan jalan penyelesaiannya dengan segera. Banyak kasus yang menunjukan betapa akibat dari masalah tersebut telah menyebabkan banyak kerugian, baik materi maupun non materi. Banyak kejadian seperti perceraian atau kesulitan lain bahkan kematian yang disebabkan oleh ketergantungan terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang.
Secara umum permasalahan NAPZA dapat dibagi menjadi 3 bagian yang saling terkait, yaitu :
Pertama : Adanya produksi narkoba secara gelap (Ilicit drug production)
Kedua : Adanya perdagangan gelap narkoba(Ilicit trafficking)
Ketiga : Adanya penyalahgunaan narkoba (drug abuse)
Ketiga hal tersebut merupakan musuh bersama yang harus diperangi oleh seluruh komponen masyarakat.
B. DATA & FAKTA
Menurut data dari Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus narkoba meningkat dari 3.478 kasus (thn 2000) menjadi 8.401 kasus (tahun 2004) atau meningkat 28,9% pertahun, dengan jumlah tersangka meningkat dari 4.955 orang (thn 2000) menjadi 11.315 orang (thn 2004) atau meningkat 28,6% pertahun. Sedangkan prevalensi pengguna dalam 1 tahun terakhir sebesar 3,9% dari populasi. Jika data ini dimasukan dalam populasi pelajar/mahasiswa berarti terdapat 4 dari 100 orang pelajar/mahasiswa adalah pengguna Napza.
Puslitbang BNN juga mengungkapkan bahwa jumlah penyalahguna narkoba yang teratur pakai dan pecandu di Indonesia tahun 2004 sekitar 3,2 juta orang dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang. Tingginya angka penyalahguna narkoba kemungkinan disebabkan karena produksi narkoba yang terus meningkat sehingga mudah didapat, jaringan komunikasi yang semakin canggih dan faktor sosial ekonomi. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemakai narkoba kebanyakan dari mereka adalah kaum muda/remaja. Hukom (2003), memperkirakan jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia pada tahun 2001 mencapai 3,4 juta orang dan 80 persen dari mereka adalah kaum muda/remaja. Dan ditemukan juga bahwa angka kematian pecandu sebesar 1,5% pertahun atau sekitar 15.000 orang pertahun dengan biaya ekonomi pembelian narkoba dalam 1 tahun mencapai 11,3 triliun.
Kasus penyalahgunaan narkoba terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Namun didapatkan data terdapat 10 kota tertinggi kasus narkoba meliputi Palu, Medan, Surabaya, Maluku, Padang, Bandung, Kendari, Banjarmasin, Yogyakarta, Pontianak. (Riset BNN, Fisip & FKM UI).
C. TERMINOLOGI
Terdapat beberapa pengertian dalam kaitannya dengan narkoba atau NAPZA, diantaranya :
1. Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya.
2. Napza adalah singkatan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
3. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
4. Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
5. Zat Adiktif Lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.
D. NAPZA
1. Narkotika
Narkotika secara farmakologik adalah opioida, tetapi menurut UU no 22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kata narkotika atau narcotics sendiri berasal dari kata narcosis atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang membiuskan (mempunyai efek anestesi dan analgetik). Hal ini karena golongan narkotik bekerja dengan mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat. Yang termasuk golongan narkotika adalah :
1) Opioid
Opioid berasal dari kata Opium. Jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotika sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. Pada tahun 1806 seorang ilmuwan jerman bernama Serturner mengadakan riset terhadap opium dan ia menemukan suatu zat yang dinamakan morphine yang ternyata lebih adiksi dan daya kerjanya 5-10 kali lebih kuat dari opium. Nama morphine sendiri diambil dari kata Morpheus yang merupakan nama dewa mimpi pada jaman Yunani kuno. Dalam pengobatan, morphine digunakan sebagai obat penenang dan analgetik. Namun ternyata juga disalahgunakan dengan tujuan kesenangan. Sebutan morphine di pasaran gelap antara lain : white stuff, hard shaff, morple, enkie, hocus, morphee, ensell. Pada tahun 1874, Wrigt mengadakan proses kimia terhadap morphine dan menemukan satu turunannya yang dinamakan heroin.heroin 4 kali lebih adiksi daripada morphine. Dengan daya kerja lebih tinggi dann tingkat ketergantungan yang tinggi pula. Akibat penyalahgunaannya hampir sama yaitu resiko kematian, ketergantungan fisik dan mental, toleransi, ketagihan, komplikasi pada system tubuh.
Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid). Yang termasuk golongan opioid antara lain candu, codein, demerol, methadon, heroin dan morphin.
Pemakaian candu terus menerus akan mempengaruhi perubahan fisik dan mental pemakainya. Susunan syaraf pusat menjadi rusak dan otak sebagai alat pengendali tidak dapat bekerja secara maksimal. Sifat toleransi terhada candu menuntut terus pemenuhan candu, kecenderungan untuk menambah dosis pada tingkat berikutnya, karena dosis yang digunakan sebelumnya tidak lagi memberikan kepuasan baginya. Dalam kondisi ketergantungan, pecandu dapat melakukan apa saja termasuk tindakan criminal untuk memenuhi kebutuhan akan candu.
2) Cannabis
Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis sativa. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabioid psikoaktif. Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil - kecil dan digulung menjadi rokok (disebut joints) . Bentuk yang paling poten berasal dari tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna coklat-hitam yang berasal dari daun yang disebut hashish atau hash. Nama populer untuk Kanabis :marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary Jane. Nama lain untuk menggambarkan tipe Kanabis dalam berbagai kekuatan adalah hemp, chasra, bhang, dagga, dinsemilla, ganja dan cimeng.
Di Indonesia, ganja tumbuh subur di pulau Sumatera. Di Aceh telah lama secara tradisional sebagai penyedap makanan atau masakan. Ganja termasuk tanaman perdu yang mempunyai ketinggian antara 1,5-2,5 m. daun ganja selalu mempunyai daun dengan bilangan ganjil antara 5, 7 atau 9 helai. Helai daunnya berbentuk panjang dengan sisi bergerigi dan ujungnya lancip. Daun ganja mengandung THC (tetrahydrocannabinol) yaitu suatu zat halusinogen sebagai penyebab hayalan penggunanya. Kadar THC tertinggi terdapat pada bunga ganja yang mulai mekar.
Pengaruh pemakaian ganja diantaranya : denyut jantung makin cepat, suhu menurun, mata merah, nafsu makan bertambah, mulut kering, santai dengan perasaan melayang. Pada psikis akan muncul penurunan daya tahan menghadapi masalah, kehilangan semangat dan tidak produktif, persepsi waktu dan pertimbangan intelektual serta moral terganggu.
3) Kokain
Kokain merupakan alkaloid dari tanaman Erythroxylon coca (Amerika Selatan). Saat ini kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack (kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat). Kokain sering disalahgunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia, peningkatan harga diri dan perasaan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas kognitif.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO, 1996). Psikotropika biasa digunakan dalam pengobatan gangguan jiwa, namun sering disalahgunakan. Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
1) Amphetamin
Tablet amphetamine sulfate diperkenalkan untuk mengobati narkolepsi, parkinsonisme, pascaensefalitis, depresi, dan letargi. Sampai dengan tahun 1970 amphetamine masih digunakan secara legal terutama untuk penggunaan terbatas pada gangguan defisitatensi/hiperaktifitas, narkolepsi dan gangguan depresif. Amfetamin juga digunakan untuk mengobati obesitas (kelebihan berat badan/kegemukan), walaupun khasiat dan keamanannya untuk indikasi tersebut masih kontroversial.
Amfetamin mempunyai efek neurokimia pada sistem serotonergik dan dopaminergik dan efek perilaku yang mirip halusinogen sehingga beberapa ahli farmakologi mengklasifikasikan amfetamin sebagai halusinogen. Efek : Amphetamine tipikal digunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi perasaan euforik. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, pekerja yang sering dituntut bekerja mengejar deadline, dan atlet. Amphetamine merupakan zat yang adiktif. Jenis obat-obatan yang tergolong kelompok amphetamine adalah : dextroamphetamine (Dexedrin), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin). Obat tersebut beredar dengan nama jalanan : crack, ecstasy, ice, crystal meth, speed, shabu-shabu. Pemakaian yang lama menyebabkan gangguan otak karena selnya rusak dan dapat menyebabkan penyakit jiwa.
2) Halusinogen
Halusinogen disebut sebagai psikodelik atau psikotomimetik karena disamping menyebabkan halusinasi juga menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas dan suatu perluasan serta peninggian kesadaran. Pemakaian jangka panjang jarang terjadi. Tidak terdapat adiksi fisik, namun demikian adiksi psikologis dapat terjadi walaupun jarang. Hal ini disebabkan karena pengalaman menggunakan LSD berbeda-beda dan karena tidak terdapat euforia seperti yang dibayangkan.
3) Sedative, Hipnolitik dan Ansiolitik
Pada umumnya bekerja menekan fungsi saraf pusat dan sering digunakan sebagai penenang. Sedatif adalah obat yang menurunkan ketegangan subyektif dan menginduksi ketenangan mental. Istilah "sedatif" sesungguhnya adalah sama dengan dengan istilah "ansiolitik", yaitu obat yang menurunkan kecemasan sedangkan hipnotik adalah obat yang menginduksi tidur. Jika sedatif dan ansiolitik diberikan dalam dosis tinggi, obat tersebut dapat menginduksi tidur seperti yang disebabkan oleh hipnotik. Sebaliknya jika hipnotik diberikan dalam dosis rendah , obat dapat menginduksi sedasi pada siang hari seperti yang disebabkan oleh sedatif atau ansiolitik. Jenis obat-obatan yang tergolong kelompok sedatif-hipnotik atau ansiolitik adalah benzodiazepin, seperti Diazapam (Valium), Barbiturat contoh secobarbital (Seconal), Qualone (Quaalude), Mepobramate (Equanil) dan glutethimide (Doriden).
3. Zat Addiktif Lainnya
1) Inhalansia
Zat inhalan tersedia secara legal, tidak mahal dan mudah didapatkan. Banyak digunakan oleh kalangan sosek rendah. Yang termasuk golongan ini antara lain bensin, vernis, cairan pemantik api, lem, semen karet, cairan pembersih, cat semprot, semir sepatu, cairan koreksi mesin tik (tip-Ex), perekat kayu, bahan pembakar aerosol, pengencer cat. Inhalan biasanya dilepaskan ke dalam paru-paru dengan menggunakan suatu tabung.
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan euforia, kegembiraan, dan sensasi mengambang yang menyenangkan. Dengan gejala psikologis pada dosis tinggi : rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual dan distorsi ukuran tubuh. Selanjutnya muncul gejala neurologis seperti bicara yang tidak jelas (menggumam, penurunan kecepatan bicara, dan ataksia) . Penggunaan dalam waktu lama menyebabkan iritabilitas, labilitas emosi dan gangguan ingatan serta dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot yang permanen. Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang disebabkan karena depresi pernafasan, aritmia jantung, asfiksiasi, aspirasi muntah atau kecelakaan atau cedera.
2) Kafein
Kafein, paling sering ditemukan dalam bentuk kopi dan teh, adalah zat psikoaktif yang paling luas digunakan. Dapat bertindak sebagai pendorong yang positif, namun dapat menimbulkan ketergantungan psikologis.
3) Nikotin
Nikotin adalah obat yang bersifat adiktif, sama seperti Kokain dan Heroin. Bentuk nikotin yang paling umum adalah tembakau, yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu, dan pipa. Tembakau juga dapat digunakan sebagai tembakau sedotan dan dikunyah (tembakau tanpa asap). Efek yang ditimbulkan oleh nikotin adalah efek stimulasi. Nikotin menyebabkan peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Sehingga banyak pengguna nikotin merasa bahwa dengan menghisap rokok dapat meningkatkan mood, menurunkan ketegangan dan menghilangkan perasaan depresif.
Pemaparan nikotin dalam jangka pendek meningkatkan aliran darah serebral tanpa mengubah metabolisme oksigen serebral. Tetapi pemaparan jangka panjang disertai dengan penurunan aliran darah serebral, berbeda dengan efek stimulasinya pada sistem saraf pusat, bertindak sebagai relaksan otot skeletal. Yang harus dicatat adalah nikotin adalah zat kimia yang sangat toksik. Dosis 60 mg pada orang dewasa dapat mematikan, karena paralisis (kegagalan) pernafasan.
Ketergantungan Nikotin berkembang cepat karena aktivasi sistem dopaminergik area segmental ventral oleh nikotin (sistem yang sama dipengaruhi oleh Kokain dan Amphetamin). Perkembangan ketergantungan dipercepat oleh faktor sosial yang kuat yang mendorong merokok dalam beberapa lingkungan dan oleh karena efek kuat dari iklan rokok. Orang kemungkinan merokok jika orangtuanya atau saudara kandungnya merokok dan yang berperan sebagai model peran atau tokoh identifikasi merokok. Penelitian terakhir juga menyatakan suatu diatesis genetik ke arah ketergantungan nikotin. Walaupun kampanye tentang bahaya merokok sudah menyebutkan betapa berbahayanya merokok bagi kesehatan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak orang yang terus merokok. Hal ini membuktikan bahwa sifat adiktif dari nikotin adalah sangat kuat.
4) Alkohol
Nama kimia dari alkohol adalah etanol atau etil alkohol. Banyak jenis dan merek dari alkohol, bir, wiski, gin, vodka, martini, brem, arak, ciu, saguer, tuak, topi miring, mansion house dan lain-lain. Secara farmakologi efek alkohol mirip obat penenang/obat tidur. Toleransi perkembangannya lambat, sedang gejala putus zat dapat berakibat fatal bila tidak diobati.
Pengguna alkohol biasanya merasa lebih bebas lagi mengekspresikan diri, tanpa ada perasaan terhambat, menjadi lebih emosional (sedih, senang, marah secara berlebihan). Selain itu muncul akibat ke fungsi fisik - motorik, yaitu bicara cadel, pandangan menjadi kabur, sempoyongan, inkoordinasi motorik dan bisa sampai tidak sadarkan diri. Kemampuan mental mengalami hambatan, yaitu gangguan untuk memusatkan perhatian dan daya ingat terganggu. Pengguna biasanya merasa dapat mengendalikan diri dan mengontrol tingkah lakunya. Pada kenyataannya mereka tidak mampu mengendalikan diri seperti yang mereka sangka mereka bisa. Oleh sebab itu banyak ditemukan kecelakaan mobil yang disebabkan karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk.
Pemabuk atau pengguna alkohol yang berat dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver, dan kerusakan otak.Kadang-kadang alkohol digunakan dengan kombinasi obat - obatan berbahaya lainnya, sehingga efeknya jadi berlipat ganda. Bila ini terjadi, efek keracunan dari penggunaan kombinasi akan lebih buruk lagi dan kemungkinan mengalami over dosis akan lebih besar.
E. PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN
Penyalahgunaan adalah : penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan adalah : keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus obat (withdrawal symptom).
F. BAHAYA PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Bahaya terhadap Diri Pemakai
a. Narkotika/psikotropika mampu merubah kepribadian korban secara drastic seperti berubah menjadi pemurung, pemarah bahkan melawan terhadap siapapun.
b. Menimbulkan sifat masa bodoh sekalipun terhadap dirinya sendiri, seperti tidak lagi memperhatikan sekolah, rumah, pakaian, tempat tidur dan sebagainya.
c. Semangat bekerja menjadi menurun dan suatu ketika bisa saja korban bersikap seperti orang gila karena reaksi dari penggunaan narkoba.
d. Tidak lagi ragu untuk melanggar norma-norma masyarakat, hukum, agama karena pandangannya terhadap hal tersebut menjadi semakin longgar.
e. Tidak segan-segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau menghilangkan sifat ketergantungan obat bius, yang pada puncaknya dapat menyebabkan kematian.
2. Bahaya terhadap lingkungan keluarga
a. Tidak lagi menjaga sopan santung di rumah bahkan melawan kepada orang tua dan tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan bilamana maksud keinginannya tidak terpenuhi.
b. Kurang menghargai harta milik yang ada di rumah seperti mengendarai kendaraan tanpa perhitungan, rusak atau hancur sama sekali.
c. Mencemarkan nama baik keluarga karena ulah perbuatannya.
d. Menghabiskan biaya yang cukup besar untuk perawatan dan pemulihannya.
3. Bahaya terhadap lingkungan masyarakat
a. Tidak segan-segan melakukan tindak pidana seperti mencuri milik orang lain yang ada di sekitarnya demi memperoleh uang untuk membeli narkoba.
b. Mengganggu ketertiban umum, seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
c. Menimbulkan bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum dan tidak merasa menyesal apabila melakukan kesalahan.
4. Bahaya terhadap bangsa dan negara
a. Rusaknya generasi muda pewaris bangsa yang seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet sebagai generasi penerus.
b. Hilangnya rasa patriotisme cinta dan bangga, terhadap bangsa dan negara Indonesia, yang pada gilirannya akan memudahkan pihak-pihak lain mempengaruhinya untuk menghancurkan bangsa dan negara.
G. PENANGGULANGAN NAPZA DI INDONESIA
Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia saat ini menunjukan kecenderungan yang terus meningkat dan sudah sangat memprihatinkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Indonesia bukan hanya sebagai tempat transit dalam perdagangan dan peredaran gelap narkoba, tetapi telah menjadi tempat pemasaran dan bahkan telah menjadi tempat untuk produksi gelap narkoba.
Sebenarnya penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah lama diproramkan. Dimulai dengan adanya perangkat pelaksana penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang dikoordinasikan oleh BAKOLAK INPRES 6/1971. Dengan semakin maraknya perdagangan dan penyalahgunaan narkoba pada masa krisis ekonomi (1997 –1999), maka pemerintah merasa perlu untuk merevisi lembaga BAKOLAK INPRES 6/1971 sekaligus memperkuat posisinya sebagai lembaga yang berada langsung di bawah presiden dan dipimpin oleh kepala kepolisian (kapolri) secara ex oficio. Badan baru yang bernama “BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL“ (BKNN) ini mulai bekerja aktif sejak tahun 2000 dan mengambil alih fungsi Bakolak Inpres 6/1971. BKNN memiliki fungsi koordinatif dan bersifat lintas sektoral walapun tidak mempunyai wewenang penangkapan, penyitaan dan penuntutan. Kemudian melalui Kepres RI Nomor 17 Tahun 2002, tanggal 22 maret 2002, BKNN dirubah menjadi BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Dengan harapan kinerjanya lebih meningkat. Pada tahun 2002 juga MPR-RI mengeluarkan Tap MPR-RI Nomor : VI/MPR/2002, yang merekomendasikan kepada presiden agar melakukan tindakan lebih tegas sesuai hukum kepada produsen, pengedar dan pemakai serta melakukan tindakan yang efektif, antisipatif dan edukatif dengan pihak-pihak terkait bekerja sama dengan masyarakat. Selain itu diharapkan meningkatkan anggaran dan program rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaaan narkoba.
Untuk lebih mempertegas, DPR merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. Hal ini ditindaklanjuti dengan keluarnya Inpres RI Nomor 3 tahun 2002 tentang penanggulangan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Inpres tersebut menginstruksikan kepada seluruh jajaran pejabat negara sampai kepada para Bupati/Walikota agar mengambil langkah dan tindakan tegas dalam rangka penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungannya dan berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional.
H. PERAN & FUNGSI PERAWAT DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan memerlukan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya, termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penanganan penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are considered to be within nursing’s scope of diagnosis and treatment”. Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna NAPZA tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction with other health team members”. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai kompetensinya masing-masing. Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan psikiater, social worker, ahli gizi juga rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based on the physician’s order”. Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider, edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan ketergantungan obat0obatan terlarang baik secara individu, keluarga, atau pun masyarakat. Peran ini biasanya dilaksanakan oleh perawat di tatanan pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan obat, unit pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk mencapai peran ini seorang perawat harus mempunyai kemampuan bekerja secara mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan peran sebagai care giver, perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok yang berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran ini, perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan interpersonal yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyai kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA sebenarnya ”korban”. Langkah saat ini dimana menempatkan pengguna napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat, karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah akses terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih dari kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang menyebutkan bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti rehabilitasi atas perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih kurangnya batasan antara pengguna dan pengedar di dalam UU Narkotika yang sekarang berlaku. Disinilah perawat harus mengambil peranan sebagai protector dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan berupaya melindungi klien, mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien, selalu “berbicara untuk pasien” dan menjadi penengah antara pasien dengan orang lain, membantu dan mendukung klien dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini menjadikan seorang perawat terikat oleh kode etik profesi dalam menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai seorang perawat memberikan contoh hidup yang sehat. Namun tanpa disadari perawat merupakan salah satu profesi yang berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi pengguna NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang dimilikinya tentang obat-obatan dan kesempatan terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan. Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik yang menjurus kepada penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan memandang perawat adalah orang yang seharusnya bersih dari segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Deglin & Vallerand. Davi’s Drug Guide For Nurses. 4th Edition. Philadelphia : F. A. Davis
FKUI. 2004. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI
Katzung, G Bertram. 1995. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Maslim, Rusdi. 1998. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Jakarta : Depkes RI
Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta : Depkes RI
Buku Pedoman Praktis mengenai Penyalahgunaan NAPZA bagi petugas Puskesmas,
Praptiningsih, Sri. 2006. Kedudukan Hukum Perawat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
www.drug-rehab.com/images/heroin_brain.gif&imgrefurl
www.anti.or.id/images/amphethamin.gif&imgr